IMPIAN
YANG TERTUNDA
Malam
yang sunyi datang, bulan purnama mulai
menampakkan cahayanya yang terang. Kupandangi bintang yang menari-nari
diatas awan. Angin pun menyapa seolah ia hadir sebagai pelengkap, bertiup
sepoi-sepoi merasuk kedalam tulang-tulang bak menyejukkan jiwa yang kelam.
Ketika
impian datang, pikiranku pun berputar . entah apa yang ingin diputar hanya
malam yang akan menerka. Jantung mulai berdebar, tulang rusukku ikut bergetar
seakan mereka yang menyaksikan impian yang datang.
Didepan
mata terbayang sesosok gadis manis berhijab, memakai jas putih dan tersenyum
seperti rembulan yang cerah. Gadis itu pergi membawa alat yang tak lain adalah
perlengkapan dokter. Tiba-tiba… bayangan itu hilang oleh kakak yang sengaja
megagetkanku.
“Doooooooooorrrrrrrrrrrrrrrr”
sambil menepuk pundakku
“Hhhhzzz….
Huh ngagetin aja” dengusku ke kakakku yang suka jail
“nglamunin
apa toh??? dari tadi dipanggil-panggil gak nyaut-nyaut, kalau gini marah-marah
gak jelas” celotehnya
“ahhh…
belum cukup umur gak bakal ngerti urusan anak kecil” isengku
“ohhhh….
Masih kecil toh??? Belum dewasa berarti yaa??? Kasian…”
Sewot
aja… eh kak jadi dokter itu apa enak???” tanyaku penuh penasaran
“gak
enak” jawabnya
“kenapa
kog gak enak???”
“iya
soalnya dokter itu susah pas kuliah tapi mudahnya pas dia udah dilokasi kerja”
jelasnya sambil menatapku penuh heran.
“kalau
perawat kak???”
“
kalau kamu mau kuliah diAKPER, dijamin enak Cuma pas kamu kerja nanti bakal
banyak yang akan kerja jadi perawat”
“lalu
yang mudah apa kak???”
“mau
tau aja apa mau tau banget”
“aku
serius ini”
“aku
duarius deh”
“ahhh
tau deh”
“ngambek”
“enggak…
siapa juga yang ngambek??”
“kenapa
kamu nanya-nanya gituan, bukannya kamu udah punya cita-cita, emang cita-cita
kamu apa???” Tanya kakak dengan mencubit tanganku.
“aduhh
sakit… aku pengen jadi dokter, itu cita-citaku mulai kecil biar aku bisa bantu
orang-orang sakit. Supaya mereka nanti bisa sembuh.”
“kamu
gak pengen jadi guru apa???” sahut ibuku
“gimana
yaa.. aku gak tertarik sepertinya, bu!!!”
“padahal
jadi guru itu enak”
“pengangkatannya
lama kan???”
“iya
kalau dijawa kalau diluar jawa yaa mudah toh”
“a….
yang mau keluar jawa loh males bu, disana sepi gak seramai dijawa sini”
“disana
kan banyak hutannya, lah disini kan gak ada hutan, yaa mbok jangan
disbanding-bandingkan toh yaa jelas beda jauh”
“tapi
aku pengen jadi dokter, bu”
“jangan,
ndok!!! Abi takut kamu gak kuat kuliah kedokteran” sahut ayahku
“tapi
aku pengen, yaudah bi aku kuliah di AKPER aja yaa???”
“iya
wes gak apa-apa”
“beneran”
“iya”
Malam
pun semakin gelap, tapi bulan masih tetap bersinar terang, mataku mulai sayu
itu pertanda aku harus tidur, tuk memenuhi sunnah rasul. Bantal gulingku pun
memanggik-manggil dan aku bergegas tidur.
“bunda..
abi.. aku tidur”
“iya..
jangan lupa berdo’a dulu”
“iya..
selamat malam”
“malam”
Akupun
tidur dengan lelap dan bermimpi dengan indahnya malam hingga saat itu aku tak
sadar, pagi telah hadir matahari mulai muncul dari tempat persembunyiannya,
bulan pun hilang saat matahari muncul. Tiba-tiba….
“ayo
bangun”
“aaaaaa…
masih ngantuk” sambil menggeliatan badan.
“ikut
gak kepantai, gak ikut yaa Alhamdulillah kalau iut yaa ayo”
“kepantai
sekarang??? Masih pagi tau!!” celetusku
“yaudah
kalau gak ikut, Alhamdulillah mobilnya longgar kalau kamu gak ikut” jailnya.
“aaaaaaa…
enggak-enggak aku ikut, wekk!!!”
“yaudah
cepat mandi sana”
“iya
bawel,” aku pun bergegas kekamar mandi.
Setelah
itu, aku dan kelurga berangkat kepantai dengan mengendarai mobil. Tak lama
kemudian kita telah sampai ditempat tujuan. Kita pun turun dari mobil dan
berjalan menuju pantai.
“horee
kita sampai”
“iya..
jangan lupa kameranya”
“oke”
Ketika
aku melihat ombak yang menggulung-gulung melukiskan pasang surut kehidupan.
Menepis menjauhi pantai ketika ia datang
perlahan menuju imajinasi. Butiran pasir setiap saat dapat berubah menghantui
sii pejalan kaki. Karamnya sampan tersebut ia perhatikan, hancur runtuh dan tak
dapat dibenahi kembali. Partikel zat cair menghujani tumpukan ikan-ikan asing
yang terjemur sore lalu. Ketika merendamnya dengan air garam, sehari semalam
menunggu rasa asin itu muncul supaya kucing garong tetangga sebelah tak bisa
mencuri pandang. Air laut warna biru adalah penghujung masa setelah kita berada
dipantai balik cakrawala. Berebut merebahkan badan. Nandang berperang menguntai
keberkahan. Kita pun bermain dengan air dan ombak, pasir putih yang indah dan
setelah itu kita pun diajak pulang.
“ayo
pulang, udah siang”
“ahh…
masih pengen main bunda”
“ayo…
cepetan”
“iya”
sambil aku jalan menuju mobil.
Tiba-tiba dalam mobil ayahku berbicara.
“kamu
nanti jadi kuliah dimana??? Tanya abiku
“AKPER
MALANG” jawabku dengan senang.
“ahh..
ngapain kuliah di AKPER” celetus kakakku
“iya
enakan ngambil sastra”
“lah…
betul itu, nanti kamu bisa jadi dosen”
“biarin
wes, cita-cita dia yang nentuin” jawab ayahku dengan nada halus
“yee..
aku nanti jadi perawat”
“hadeeeehh"
sesampainya dirumah tiba-tiba ayahku berkata tentang cita-cita yang
ingin kuraih dan itu sangat
mengecewakanku.
“cha” panggil ayahku
“iya,bii” jawabku
“ndok, gimana kalau kamu ngambil sastra saja, soalnya kalau kamu
ngambil kesehatan peluangnya sangat
kecil ndok”
“tapi, bi aku pengen ngambil kesehatan” sambil menangis
“pikirin lagi yang matang , ndok !!! jangan sampai nyesel
belakangan, takutnya nanti kamu gak dapat kerjaan, gimana???”
“iya, bii” jawabku dengan isak tangis yang mendalam
“iya cha, mending kamu ngambil sastra aja” pinta ibuku
“iya… lebih enak, peluang banyak” jawab kakakku
“aaaaa… sumpek” aku marah dan beranjak menuju kekamar
“yeee.. ngambek” jail kakakku
“berisik” sentakku
Aku
menangis dalam kamar, menumpahkan air mata dalam kesedihan. Rasa sakit yang
kurasa sangat sakit dan sangat mendalam, kecewa tak dapat ku tahan. Perih saat
hati tergores keinginan yang tak kesampaian. Derita akan kujalani sendiri
hingga waktu akan menentukan jawaban. Hingga suatu saat mampu menaqhan dan
memendam keinginan demi kebahagiaan orang tua yang kusayang. Dan aku pun setuju
untuk berkecimbung didunia sastra.
“bii.. aku mau kuliah disastra”
“Alhamdulillah” jawab abi dan bundaku.
“yaa… harus mau toh!!! Usil kakakku
“tapi aku gak mau pas aku ngambil sastra jurusan apa yang aku pengen
ditentuin kalian lagi” pintaku dengan nada agak keras.
Iya, mau ngambil apa???” abiku pun bertanya
“aku mau ngambil sastra daerah, karena sastra daerah jarang di
Indonesia. Insyaallah nanti aku akan melanjutkan S2 dan aku nanti akan jadi
seorang professor sastra daerah, jadi abi sama bunda dan terutama kakak, jangan
melarang aku untuk cita-citau yang ini” jelasku
“oke” kakakku pun menjawab dengan mengacungkan jempolnya
“iya kalau itu terserah kamu” abi dan bunda pun menjawab.
“oke” jawabku
Dan sekarang semua orang ayah, bunda dan kakakku tak pernah
bertanya-tanya lagi jurusan apa yang
akan ku ambil, dan aku pun lega.